Beriman atau Kafir adalah kehendak bebas manusia

"Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari TuhanMu.Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman dan barang sipa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.Sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi orang dhalim yang gejolaknya mengepung mereka.Jika mereka meminta pertolongan (minum) mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah (itulah minuman yang paling buruk) dan tempat istirahat yang paling jelek."

(Q.S Al-Kahfi ayat 29)

Rabu, 16 Juni 2010

HARGA SEBUAH KEKUASAAN = 1 GELAS AIR SAJA

Khalifah Harun Ar Rasyid sedang dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah gurun pasir menunggangi unta. Bersamanya Seorang Penasehat yang bijak, Ibnu As Samak. Perjalanan panjang di siang yang panas. Terik matahari membuat dehidrasi dan sang khalifah pun kehausan. Pada satu tempat yang teduh, Harun ar Rasyid menepi.

Ibnu Samak menawarkan segelas air sambil berujar, “Khalifah…, dalam kondisi panas dan tenggorokan kehausan, andaikata kau tidak dapatkan air untuk minum kecuali dengan harus mengeluarkan separuh kekuasaanmu, sudikah engkau membayar dan mengeluarkannya? !”

Tanpa pikir panjang khalifah ar Rasyid menjawab, “Tentu Aku bersedia membayarnya seharga itu asal tidak mati kehausan!”

Maka usai mendengarnya, Ibnus Samak memberikan segelas air itu dan khalifah pun tidak lagi kehausan.

Kemudian Ibnu Samak melontarkan pertanyaan lagi, “Wahai Khalifah, andai air segelas yang kau minum tadi tidak keluar dari lambungmu selama beberapa hari tentulah amat sakit rasanya. Perut jadi gak keruan dan semua urusan jadi berantakan karenanya. Andai kata bila kau berobat demi mengeluarkan air itu dan harus menghabiskan separuh kekayaanmu lagi, akankah kau sudi membayarnya? ”

Mendengar itu, sang khalifah merenungi kondisi yang disebut oleh Ibnu Samak. Seolah mengamini maka khalifah menjawab, “Saya akan membayarnya meski dengan separuh kekuasaanku !”

Mendengar jawaban dari sang khalifah, maka Ibnus Samak sang penasehat raja yang bijak kemudian berkomentar, “O…., kalau begitu seluruh Kekuasaan yang khalifah miliki itu rupanya hanya senilai segelas air saja!”

Sahabat, Itu baru kenikmatan segelas air...., coba kita renungkan dan kita rasakan betapa nikmat yang dilimpahkan Allah SWT kepada kita amat sangat banyak, hingga kita tak akan mampu menghitungnya.

Mata kita dengan leluasanya memandang indahnya dunia dan segala ciptaanNYA, akankah kita gunakan untuk memandang yang dilarang oleh Allah Yang Maha Melihat ?

Pendengaran kita mampu menangkap segala bentuk informasi yang membuat kita menjadi orang hebat, akankah kita pakai mendengar hal-hal yang melanggar aturan Allah Yang Maha Mendengar ?

Mulut dan Lidah kita yang mampu menikmati berbagai rasa dan kelezatan serta mengkomunikasikan segala bentuk perasaan dan kebijakan, sudahkah kita jaga agar tidak melukai ? seberapa seringkah kita baca dan kita patuhi Surat-Surat Cinta ( Firman ) dari Yang Maha Pembuat Kebijakan

Nafas kita yang setiap detik mensuplai kebutuhan oksigen untuk tubuh dan kehidupan kita secara Cuma-Cuma, akankah kita sia-siakan detik demi detik berlalu tanpa ada kontribusi untuk memperjuangkan tegaknya aturan-aturan Allah SWT dalam diri, keluarga dan masyarakat kita ?
Kaki tangan kita yang mampu bergerak secara leluasa untuk mengerjakan berbagai aktifitas kehidupan, sudahkan kita mengekspresikan ketundukan dan ketaatan dengan bersujud dan rukuk kepadaNya disaat Dia memanggil kita ?

Harta dan Kekayaan yang telah diamanahkan kepada kita, sudahkan kita sucikan ? sudah relakah kita investasikan untuk Planning Sukses Akhir Hayat kita ? dan masih banyak nikmat lainnya yang kalau kita hitung dan kita rinci satu per satu kita tidak akan mampu menghitungnya.

"Seandainya kalian menghitung nikmat Allah, tentu kalian tidak akan mampu"( QS,An-Nahl: 18)

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
QS. ar-Rahman (55) : 1

Khalifah Harun Ar Rasyid sedang dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah gurun pasir menunggangi unta. Bersamanya Seorang Penasehat yang bijak, Ibnu As Samak. Perjalanan panjang di siang yang panas. Terik matahari membuat dehidrasi dan sang khalifah pun kehausan. Pada satu tempat yang teduh, Harun ar Rasyid menepi.

Ibnu Samak menawarkan segelas air sambil berujar, “Khalifah…, dalam kondisi panas dan tenggorokan kehausan, andaikata kau tidak dapatkan air untuk minum kecuali dengan harus mengeluarkan separuh kekuasaanmu, sudikah engkau membayar dan mengeluarkannya? !”

Tanpa pikir panjang khalifah ar Rasyid menjawab, “Tentu Aku bersedia membayarnya seharga itu asal tidak mati kehausan!”

Maka usai mendengarnya, Ibnus Samak memberikan segelas air itu dan khalifah pun tidak lagi kehausan.

Kemudian Ibnu Samak melontarkan pertanyaan lagi, “Wahai Khalifah, andai air segelas yang kau minum tadi tidak keluar dari lambungmu selama beberapa hari tentulah amat sakit rasanya. Perut jadi gak keruan dan semua urusan jadi berantakan karenanya. Andai kata bila kau berobat demi mengeluarkan air itu dan harus menghabiskan separuh kekayaanmu lagi, akankah kau sudi membayarnya? ”

Mendengar itu, sang khalifah merenungi kondisi yang disebut oleh Ibnu Samak. Seolah mengamini maka khalifah menjawab, “Saya akan membayarnya meski dengan separuh kekuasaanku !”

Mendengar jawaban dari sang khalifah, maka Ibnus Samak sang penasehat raja yang bijak kemudian berkomentar, “O…., kalau begitu seluruh Kekuasaan yang khalifah miliki itu rupanya hanya senilai segelas air saja!”

Sahabat, Itu baru kenikmatan segelas air...., coba kita renungkan dan kita rasakan betapa nikmat yang dilimpahkan Allah SWT kepada kita amat sangat banyak, hingga kita tak akan mampu menghitungnya.

Mata kita dengan leluasanya memandang indahnya dunia dan segala ciptaanNYA, akankah kita gunakan untuk memandang yang dilarang oleh Allah Yang Maha Melihat ?

Pendengaran kita mampu menangkap segala bentuk informasi yang membuat kita menjadi orang hebat, akankah kita pakai mendengar hal-hal yang melanggar aturan Allah Yang Maha Mendengar ?

Mulut dan Lidah kita yang mampu menikmati berbagai rasa dan kelezatan serta mengkomunikasikan segala bentuk perasaan dan kebijakan, sudahkah kita jaga agar tidak melukai ? seberapa seringkah kita baca dan kita patuhi Surat-Surat Cinta ( Firman ) dari Yang Maha Pembuat Kebijakan

Nafas kita yang setiap detik mensuplai kebutuhan oksigen untuk tubuh dan kehidupan kita secara Cuma-Cuma, akankah kita sia-siakan detik demi detik berlalu tanpa ada kontribusi untuk memperjuangkan tegaknya aturan-aturan Allah SWT dalam diri, keluarga dan masyarakat kita ?
Kaki tangan kita yang mampu bergerak secara leluasa untuk mengerjakan berbagai aktifitas kehidupan, sudahkan kita mengekspresikan ketundukan dan ketaatan dengan bersujud dan rukuk kepadaNya disaat Dia memanggil kita ?

Harta dan Kekayaan yang telah diamanahkan kepada kita, sudahkan kita sucikan ? sudah relakah kita investasikan untuk Planning Sukses Akhir Hayat kita ? dan masih banyak nikmat lainnya yang kalau kita hitung dan kita rinci satu per satu kita tidak akan mampu menghitungnya.

"Seandainya kalian menghitung nikmat Allah, tentu kalian tidak akan mampu"( QS,An-Nahl: 18)

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
QS. ar-Rahman (55) : 13

== CINTAI SAYA APA ADANYA ==

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan Saya menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Dua tahun dalam masa pernikahan,saya harus sayai, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.

Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan". Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lsayakan untuk merubah pikiranmu?".

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.

Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?" Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok.". Hati saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan ...

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya." Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

" Sayang ketika kamu mengetik di komputer lalu program-program di PC-nya kacau dan akhirnya kau menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya dan kamu bisa menyelesaikan pekerjaanmu.

Sayang, kamu juga selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.

Sayang, kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk menunjukkan jalan kepadamu.

Sayang, kamu selalu sakit dan pegal-pegal pada waktu "teman baikmu" datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.

Cinta, ketika kamu sedang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi "aneh". Maka saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami.

Cinta, kamu terlalu sering menatap layar kaca TV dan Komutermu serta membaca buku sambil tiduran dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, maka saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu.

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku. Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu. Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, matsaya, tidak cukup bagimu. Saya tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barangku, dan saya tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagia saya bila kau bahagia."

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.

Aku peluk dia penuh kebahagiaan, oh, kini aku tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai aku lebih dari dia mencintaiku.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, padahal tanpa kita sadari Cinta itu telah terwujud dalam bentuk yang lain walau tidak sesuai dengan wujud yang kita harapkan

Seringkali kali kita menuntut Cinta kepada pasangan kita, namun jarang terfikir oleh kita sejauhmana Cinta yang telah kita berikan padanya. Berikan Cinta Kasih yang tulus kepadanya, kalaupun dia belum membalasnya yakinlah Allah pasti akan membalas dan membisikkan CintaNYA kepadanya untuk diberikan kepada kita.

Di bawah naungan ajaran Islam, kedua pasangan suami istri menjalani hidup mereka dalam kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain.

Di antara keagungan al-Qur'an dan kesempurnaannya, kita melihat semua makna tersebut, baik yang sempat terhitung atau pun tidak, tercermin pada satu ayat al-Qur'an, yaitu:
"Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." (al-Baqarah:187)

:: DO NOT ACCEPT IF SEAL IS BROKEN ::

Sahabat, seringkali kita salah persepsi ketika menilai fenomena yang sedang terjadi akibat dari membebek dengan pendapat media massa dan pendapat sebagian besar tokoh yang sedang gencar-gencarnya memfonis kalangan tertentu yang dianggap melanggar norma kemasyarakatan dan nasionalisme.

Contoh Penangkapan orang-orang yang diduga ’Pelaku Teror’ yang kebetulan para istrinya berjilbab besar dan bercadar, maka serta merta kita ikut-ikutan memfonis minimal mencurigai setiap ada wanita berjilbab besar dan bercadar, ” awas ya, waspada ! ” itulah kata hati kecil kita.

Padahal tahukah kita apa alasan para wanita itu berjilbab besar dan bercadar ? inilah kisah yang mudah-mudah dapat mengubah persepsi atas sebagaian beser fonis yang tersebar di kebanyakan orang.

Seorang Yahudi bertamu ke rumah salah seorang Ulama. Ketika sang Yahudi dan Ulama ini duduk di ruang tamu tiba-tiba melintas wanita berpakaian serba tertutup.
Si yahudi pun kemudian bertanya kepada Ulama, “Ya Syaikh siapakah orang yang lewat tadi.”
“Dia Istriku.” Jawab Syaikh.
“Kenapa agama anda sangat berlebihan dalam mengatur pakaian wanita?”
Syaikh terdiam dan tidak menjawab, kemudian berkata, “ Kalau tidak keberatan, Maukah anda kuajak berjalan-jalan di pasar.”
“ oh, Dengan senang hati.”

Syaikh dan orang yahudi itupun pergi ke pasar yang tidak jauh dari rumah Syaikh. Tiba di pasar sang Syaikh langsung mengajak orang yahudi ke dekat penjual kue kaki lima.
“Ini ada bermacam-macam kue, semuanya hampir sama enak rasanya, namun ada yang tertutup dengan bungkusan ada yang terbuka, kira-kira kalau anda saya suruh memilih kue yang mana akan anda pilih, yang tertutup atau terbuka?”

Tanpa banyak pikir Yahudi tersebut menjawab, “Tentu saya pilih yang tertutup, karena lebih bersih, serta terjaga dari sentuhan tangan dan lalat yang bisa membawa kotoran dan penyakit.”

Mendengar jawaban orang yahudi, Ulama tersebut langsung menyambung. “Begitulah agama kami menjaga wanita kami, mereka hanya milik kami, tidak boleh sembarang dilihat orang apalagi disentuh ?”

Konon mendengar jawaban Sang Ulama orang yahudi akhirnya mengucapkan dua kalimat Syahadat. Alhamdulillah.

Do not Accept if Seal Is Broken ( Jangan terima jika segel penutupnya rusak ) . Jangan dikira ini hanya berlaku untuk botol air mineral dan sejenisnya. Ini berlaku juga bagi manusia lho. Orang mana sih yang mau dapat sisa? Sebejat-bejat apapun seseorang pasti yang dia dambakan adalah yang baik-baik. Sebelang-belangnya hidung lelaki dan berapapun banyaknya wanita ia nodai, jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia pasti menginginkan wanita pendamping hidup yang berhidung mulus alias ndak belang, bermata jeli tapi tak jelalatan dan suci alias........Seal Is Not Broken.

Simak juga kisah dibawah ini, semoga Hidayah senantiasa bersama kita,

Walaupun kami berasal dari kampus yang berbeda, tapi kami cukup akrab karena kami sering bertemu di kegiatan-kegiatan keislaman yang ada di kota ini, Makassar, kota metropolitan yang menjadi tempat kami bertemu, tempat kami merantau untuk menimba ilmu.

Hari ini aku bertemu lagi, ia datang ke kantorku. Aku tidak kaget karena memang ia sering berkunjung ke sini. Ia pasti datang untuk menemui teman-teman yang ada di sini, pikirku. Karena selain aku, masih banyak teman lain yang juga akrab dengan dia. Kadang kalau kami berkumpul, kami menghabiskan banyak waktu untuk bertukar pikiran, apalagi kami sama-sama belajar Islam.

Tapi ternyata tidak, kedatangannya lebih dari itu, dia mau pamit… waduh… mau ke mana? Mau pulkam (pulang kampung). ha… pulkam? Pulkam ke mana? Ke tarakan… aku baru tau kalau ternyata dia berasal dari tarakan. Selama ini aku tidak pernah bertanya dia dari mana. Aku berpikir kalau dia juga berasal dari daerah yang tidak begitu jauh dari kota terbesar pulau Sulawesi ini. Ternyata dia bersal dari pulau seberang, pulau Kalimantan, tepatnya Tarakan Kalimantan Timur. Sudah begitu masih jauh lagi, bukan Tarakan asli katanya, masih butuh menyeberang pulau dengan perahu selama 1 jam.

Subhanallah… Sadaraku, betapa jauhnya engkau datang untuk menuntut ilmu… .aku benar-benar heran dan kagum, dia begitu bersemangat selama ini. Ternyata memang semangat itu dibawa dari pelosok sana yang amat jauh dari tanjung selor.

Tapi bukan hanya itu yang membuat saya kagum, aku terhenyak dengan jawabannya; “tapi saya sangat beruntung kuliah di Makassar ini, meskipun saya sempat tidak lulus di UNHAS, tapi Alhamdulillah saya diterima di STIMIK DIPANEGARA. Dan ini, …” Sambil meraih bagian depan jilbab lebarnya dan menunjukkannya padaku, dengan mimik yang begitu tegas “ Ini sangat mahal harganya Saudaraku…” aku hanya terdiam menelan panasnya bara dalam dadanya yang baru saja disuapkn secara kilat padaku. Aku tak sanggup mengucapkan seperempat kata pun, saking terkesimanya dengan ucapannya yang singkat tapi menggetarkan hati itu.

Kubayangkan betapa beratnya perjuangan untuk mengenakan sehelai kain tersebut. INI BUKAN SEKEDAR SOAL FASHION, TAPI LEBIH DARI ITU, INI ADALAH SIMBOL PERJUANGAN SESEORANG

Semangat yang terpancar dari wajahnya seolah menunjukkan padaku dan pada dunia akan sebuah kesyukuran yang sangat besar atas nikmat yang amat mahal yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala padanya, itulah nikmat hidayah yang dia daptkan melalui tangan-tangan aktifis dakwah muslimah yang ada di kampusnya. Dia lalu melanjutkan, “ sekiranya saya kuliah di tempat lain, belum tentu akan jadi seperti ini… bahkan kita tidak tau akan seperti apa jadinya ?”

Aku hanya terdiam, lalu pergi berwudhu karena sudah adzan, masuk waktu shalat dzuhur. Lalu aku shalat. Setelah selesai shalat, aku masih sempat melihat senyumnya yang begitu memberi semangat. Lalu aku kembali shalat sunnah.

Tidak lama dia sudah benar-benar pamit, tentu dengan semangat yang tidak menurun, bahkan semakin tampak seperti orang yang akan menempuh sebuah perjalanan indah. Entahlah, mungkin karena akan menemui keluarganya, dengan predikat yang ia dapatkan dari kampusnya. Atau mungkin karena bahagianya kembali dengan membawa predikat seorang “Akhwat” (Sebutan untuk Muslimah yang berusaha mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan Islam serta konsisten di dalamnya). Semoga Allah Menetapkan hatinya pada keimanan. Amin!!!

Jabat tangan beserta cipika-cipiki terakhir kami disertai dengan pesannya, “Saudaraku, do’akan saya istiqamah ya!” Aku juga masih sempat berpesan , “Ittaqillah haitsu makunta bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada”.

Ya Allah pertemukanlah kami di tempat yang indah di duniaMu ini, dan satukanlah kami kelak di SorgamuMu. Amin!!!

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)

:: MALAS BELAJAR = MENUMPUK DERITA ::

“Untuk Sukses Kita Tidak Perlu Menjadi Orang Pintar Melainkan Kita Cukup Menjadi Orang Yang Mau Terus Belajar”

Keinginan belajar yang kuat mampu mengantarkan manusia menjadi kaya baik harta maupun jiwa.

Ada seorang anak hidup dikeluarga yang sangat kaya. Ia juga anak tunggal yang selalu dimanja oleh kedua orangtuanya sehingga semua kemauannya selalu dituruti. Dengan segala fasilitas yang ada membuatnya tidak pernah mau berusaha sendiri dalam hal sekecil apapun. Ia tdak mau belajar untuk mandiri dan selalu beranggapan bahwa segala sesuatu dapat diperoleh dengan harta yang dimiliki keluarganya.

Keadaan tersebut terus berlangsung sehingga ia dewasa. Semasa sekolah, dirinya tidak pernah belajar dengan serius dan selalu menggampangkan semua masalah yang ada. Orang tuanya sering menasehati agar diwaktu muda jangan mensia-siakan kesempatan yang ada untuk belajar apapun.
”Nak, belajarnya dengan sungguh-sungguh, karena ilmu dapat dijadikan bekal dihari tua” Ucap ayahnya ketika ia masih sekolah.
”Hidup yang penting kaya. Dengan uang semua masalah akan beres” Bantah si anak tidak mau mendengarkan. Dirinya lebih suka melewatkan waktu yang ada dengan main dan main.

”Belajarlah nak, sekecil apapun pasti berguna buat kamu” Nasehat ayahnya dilain waktu disaat si anak sudah mulai dewasa.
”Saya kan sudah tidak sekolah lagi buat apa belajar” Jawab si anak sambil tertawa yang menganggap bahwa belajar hanya dilakukan oleh anak-anak sekolah.
”Belajar itu tidak hanya disekolah, belajar itu bisa dimana saja, kapan saja dan kepada siapa saja” Lagi-lagi ayahnya masih terus berusaha untuk menyadarkan anaknya.
”Alah... santai saja, hidup yang penting ada uang maka segalanya akan beres” si anak tetap bersikukuh tidak mau mendengarkan nasehat ayahnya.

Waktu terus berjalan dan si anak pun sudah berkeluarga namun kelakuannya masih tetap sama sampai ketika ayahnya meninggal dunia. Dirinyapun diwariskan banyak sekali kekayaan.

Awalnya dirinya masih tidak mengubah gaya hidupnya, tapi lama-lama dirinya sadar juga bahwa harta kekayaan yang diwariskan kepadanya kalau tidak dikelola dengan baik maka lama-lama akan habis. Maka dirinyapun bertekad untuk mempertahankan semua yang diwariskan kepadanya. Ia pun mengelola usaha-usaha yang ditinggalkan ayahnya.

Ditangannya usaha yang dirintis orang tuanya bukannya semakin maju melainkan semakin hari semakin mundur dan harta kekayaannya pun ikut menipis. Apapun usaha yang dilakukan tidak dapat mempertahankan semua yang ada bahkan tidak jarang dirinya tidak tahu harus mengambil tindakan apa. Maka dalam waktu yang tidak terlalu lama semua usahanyapun bangkrut dan ia pun jatuh miskin. Dirinya sangat menyesal bahwa selama hidupnya ia tidak pernah mau belajar dan tersadar pula bahwa anggapannya bahwa semua hal didunia ini bisa dibeli dengan uang tidaklah benar. Ia meratapi nasibnya sekarang yang telah menjelma menjadi orang miskin dan merasa bersalah karena tidak mendengar nasehat ayahnya.

Beruntung dirinya tidak larut dalam kesedihan dan keterpurukannya, dan dirinya pun sudah paham bahwa harta tanpa ilmu maka tidak ada gunanya. Mulai saat itu, ia pun memutuskan diri untuk belajar dan mendadak nasehat ayahnya ketika masih hidup pun terngiang ditelinganya bahwa ”Belajar bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja”

Dirinya pun sudah paham akan nasehat orang tuannya bahwa belajar tidak hanya disekolah tetapi arena pembelajaran yang sesungguhnya adalah kehidupan termasuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat. Ia tidak ingin terjebak untuk kedua kalinya dengan kata terlambat. Baginya yang sudah membuang separuh umur hidupnya untuk belajar pun belum terlambat untuk belajar.

Karena ketekunannya untuk mempelajari sesuatu, ia pun merasakan banyak manfaatnya. Semakin banyak belajar semakin membuatnya sadar bahwa dalam hidup ini memang harus terus belajar dan dengan mengerti banyak hal ia baru merasakan dirinya memiliki arti dan bisa menentukan tujuan hidupnya. Dan ia pun membenarkan pesan ayahnya sewaktu hidup bahwa manusia memang bisa belajar dari siapa pun tidak terkecuali orang dibawah kita dan ilmu pun tidak mengenal ruang dan waktu.

Ia terus menapaki kehidupannya dengan segudang rencana masa depan tanpa mau dibayangi oleh masa lalunya yang kelam, pelan-pelan ia pun membangun kembali apa yang pernah menjadi kekayaan keluarganya. Tidak lama kemudian dia berhasil membangun kembali apa yang pernah dirinya hancurkan.

Tak terasa usianya pun sudah mulai senja, ia juga sudah dianugerahi anak dan cucu. Tapi dia masih tetap belajar dalam hal apapun sembari selalu mengingatkan kepada penerusnya untuk tidak meniru separuh hidupnya yang tidak mau belajar dan berhura-hura.

Akhirnya, dirinya pun patut berbangga, ia mampu membangun kembali usaha orang tuanya yang telah dihancurkan bahkan sekarang berkali-kali lipat keberhasilannya dari sebelumnya. SATU PELAJARAN YANG PALING PENTING BAGINYA ADALAH BELAJAR DARI KETIDAKMAUANNYA UNTUK BELAJAR.

”SEMAKIN BANYAK KITA BELAJAR MEMBUAT KITA SEMAKIN TIDAK TAHU YANG TERUS MENDORONG DIRI KITA MENGGALI APA SAJA UNTUK MEMENUHI KETIDAKTAHUAN KITA YANG TANPA SADAR JUSTRU MEMBUAT HATI KITA MENJADI TAHU BANYAK HAL”


Sahabat, Manusia hidup memang tidak pernah terlepas dari proses belajar dan belajar pun tidak berarti hanya melalui pendidikan formal seperti disekolah namun belajar harus diartikan dalam lingkup yang seluas-luasnya.

Apa yang diceritakan oleh kisah diatas memang benar adanya bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja dan kepada siapa saja. Tidak peduli dalam keadaan apapun kita tetap bisa mendapatkan satu ilmu jika kita mau berusaha, ilmu bisa didapat dengan cara membaca, melihat ataupun mendengar. Ilmu pun tidak terbatas. Dan semua ilmu itu penting bahkan yang sangat penting adalah ilmu yang kita petik dari kehidupan baik dari kehidupan kehidupan sendiri maupun orang lain, seperti kita bisa belajar dari kesalahan sendiri yang kelak kita tidak akan mengulanginya, kita juga dapat belajar dari kesalahan orang lain agar tidak mengalami celaka yang sama.

Orang yang maju adalah orang yang tidak pernah lelah untuk belajar, ia tidak akan membiarkan waktunya berlalu tanpa mendapatkan satu pelajaran yang berarti. Ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan memang merupakan barang langka bagi mereka yang tidak pernah mencarinya. Akan tetapi bagi orang yang tahu pentingnya ilmu dan mau mencari tentu tidak susah mendapatkannya. Karena memang ilmu itu ada disekitar kita. Bila ada yang tidak mengerti kita bisa bertanya dan dengan bertanya kita akan mendapat jawabannya.

Selain itu, proses belajar juga merupakan satu cara untuk pendewasaan diri, dengan banyak belajar maka logika kita bisa bekerja lebih baik dan pikirian pun jadi lebih berbobot dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang sehingga akan menghasilkan tindakan yang lebih masuk akal.

Orang bijak menyatakan bahwa ”ORANG YANG TIDAK MAU BELAJAR DEKAT DENGAN KEBODOHAN DAN KEBODOHAN DEKAT DENGAN KEMISKINAN” Orang yang bodoh adalah orang yang tidak banyak tahu dan tidak banyak tahu karena tidak pernah belajar, tidak belajar juga menyebabkan pemikiran tidak berkembang, sehingga yang dikuasai hanya itu-itu saja yang otomatis tidak dapat berbuat banyak. Jika tidak dapat berbuat banyak tentu tidak dapat menghasilkan banyak pula, dengan demikian omongan yang bijak itu sangat benar dan beralasan.

Orang yang mau belajar tidak pernah rugi dalam hidupnya, sampai kemanapun dan dimanapun, apa yang didapatkan dari pembelajarannya pasti berguna dan apa yang telah didapatkan selama kita belajar selalu akan melekat dalam diri kita. Ia merupakan kekayaan yang tidak terlihat dan tidak akan habis terpakai karena kekayaan ilmu adalah kekayaan intelektual yang sekaligus kekayaan jiwa yang tidak dapat dirampas, dan kekayaan semacam ini semakin banyak kita memberi ke orang lain akan semakin bertambah.

Sahabat, sekejap saja kita membiarkan waktu berlalu tanpa mencari tahu apa yang terjadi pada waktu itu kita akan ketinggalan. Zaman selalu berubah yang tentu juga membawa perubahan bagi kehidupan itu sendiri, perbaharui isi otak dengan segala informasi terbaru dan bila membutuhkan kita harus merubah cara pandang, kita juga jangan segan-segan untuk melakukannya.

Paradigma belajar itu membosankan dan sudah harus disingkirkan, karena yang dimaksud belajar disini bukan lazim belajar anak sekolah yang menghafal buku-buku pelajarannya. Sekali lagi belajar yang dimaksudkan disini adalah belajar pada semua sektor kehidupan meskipun kita tidak mungkin habis untuk menguasai semuanya, karena memang itu tidak mungkin bisa dilakukan. Akhir kata semakin banyak kita belajar maka semakin banyak pula yang kita dapatkan.

Untuk hidup bahagia Kita hanya perlu melihat dengan seksama disekitar kita.
Renungkan dengan pikiran jernih terhadap apa yang telah kita lihat,
Lalu rasakan dengan nurani atas perenungan itu Setelah itu buka kedua tangan kita untuk merubah yang belum baik Menjadi baik, yang tidak baik menjadi baik dan yang sudah baik menjadi Lebih baik lagi.