Beriman atau Kafir adalah kehendak bebas manusia

"Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari TuhanMu.Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman dan barang sipa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.Sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi orang dhalim yang gejolaknya mengepung mereka.Jika mereka meminta pertolongan (minum) mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah (itulah minuman yang paling buruk) dan tempat istirahat yang paling jelek."

(Q.S Al-Kahfi ayat 29)

Rabu, 24 Februari 2010

MAKNA IDUL QURBAN

Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, dimana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan sempurnanya kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.

Maka di Hari Raya Qurban ini kita merayakannya dengan saling berbagi (daging korban) antar sesama. Mungkin ada diantara kita yang hanya dapat merasakan lezatnya daging sapi/kambing setiap tahun sekali. Ini adalah bukti nyata Islam adalah Rahmat bagi seluruh alam semesta.
Dalam surah Ash Shaffat 100-111, Allah SWT menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban.

Pertama, al istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus menyembelih putra kesayangannya.
Saat itu nabi Ibrahim diwahyukan untuk menyembelih anak kandung sendiri Ismail a.s, seorang yang telah dinanti-nanti sekian lamanya setelah beranjak remaja Allah menurunkan wahyu melalui mimpi nabi Ibrahim. Sekarang bayangkan bagaimana rasanya jika Anda diminta menyembelih anak kandung yang telah anda besarkan sendiri? Namun nabi Ibrahim meyakini ini adalah perintah Allah dan perintah Allah berada diatas segala-galanya meskipun itu harta benda, nyawa atau anak yang sangat sayangi.

Kedua, shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah. Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Disanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 setelah itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya, Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman”.

Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan Kepatuhan dan Kejujuran secara totalitas .

Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah SWT yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah SWT mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha. Supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.

Dengan demikian, esensi Idul Adha bukanlah semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat totalitas kehambaan dalam kehidupan sehari-hari itu . Yang perlu dikritisi dalam hal ini adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaannya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah SWT. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan Karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.

Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian.Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya, mereka kembali berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun.

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yg banyak. Maka dirikanlah salat krn Tuhanmu dan sembelihlah hewan . Sesungguhnya orang-orang yg membenci kamu dialah yg terputus"

Pemberian ni’mat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Anak isteri dan harta kekayaan adalah sebagian ni’mat dari Allah. Kesehatan dan kesempatan juga ni’mat yg sangat penting. Manusia juga diberi ni’mat pangkat kedudukan jabatan dan kekuasaan. Segala yg dimiliki manusia adalah ni’mat dari Allah baik berupa materi maupun non materi. Namun bersanmaan itu pula semua ni’mat tersebut sekaligus menjadi cobaan atau ujian fitnah atau bala? bagi manusia dalam kehidupannya. Allah berfirman : " Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-nakmu adl fitnah . Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yg besa".

Meskipun Allah memberikan ni’mat-Nya yg tak terhingga kepada manusia tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yg lain. Sehingga ada yg kaya raya, cukup kaya, miskin bahkan ada yang menjadi seorang papa gelandangan berteduh di kolong langit. Demikian juga ada yg menjadi penguasa ada yg rakyat jelata. Ada pimpinan/ kepala dan ada bawahan / anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yg hanya mukmin di bibir saja.

Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lulus cobaan dalam ni’mat harta kekayaan adalah ia dgn ikhlas mengunakannya utk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yg mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga sebagaimana sabda Nabi SAW “Orang yg dapat mencapai haji yg mabrur tiada pahala yg pantas baginya selain surga”. .

Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yg dapat mencapai haji mabrur demikian. Belum lagi jika ia sempat salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka tiada terkira lagi pahalanya. Namun ini konteksnya adalah orang yang kaya.

Sedang orang yg tidak mampu / miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yg tidak mampu maka konteksnya terkandung dalam hadis Nabi SAW berikut “Hajinya orang yg tidak mampu adalah berpuasa pada hari Arafah .”
Itulah maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yg menyia-siakan kesempatan dari Allah yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Zul Hijjah yg disebut puasa Arafah itu.

Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dgn pelaksanaan ibadah Qurban yakni menyembelih hewan yang terkenal dgn hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan utk menyembelih hewan (Udhiyah ) maka hari raya ini disebut dgn hari raya Adha . Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW “Hari raya fitrah adalah pada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha adalah pada hari manusia ber-udhiyah / Menyembelih Hewan Qurban “

Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dgn ikhlas mau mengunakannya untuk ber Qurban baik itu berupa sapi kerbau maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan utk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi / kerbau boleh utk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing.

Daging sembelihan ini termasuk syiar agama yakni utk dimakan menjamu tamu diberikan kepada yg meminta atau yg tidak meminta {orang mampu} namun diutamakan bagi orang-orang yang tidak mampu. Daging ini juga boleh disimpan utk dimakan hingga hari tasyrik . Allah berfirman “ Makanlah sebagiannya dan utk memberi makan orang yg tidak meminta dan orang yg meminta”. {QS. Al-Hajj 36}.
Sementara Nabi bersabda “Makanlah utk memberi makan dan simpanlah”.

Sementara itu cobaan besar terhadap sesuatu yg dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya : Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Qur’an : Dan ketika Ibrahim diberi cabaan oleh Tuhannya dgn beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu. Allah berfirman :Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua manusia …

Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikan perintah itu kepada anaknya yg sangat dicintainya. Beliau tidak langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan atau dgn taktik menculik teror dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yg banyak tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dgn transparan penuh argumentasi Ilahiah.

Sedangkan Ismail anak yg patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yg memancarkan keimanan tawadhu’ dan tawakkal kepada Allah bukan utk menonjolkan kepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dgn kekerasan utk memprotes kehendak bapaknya.

Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yg dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim . Maka kita menyembelih hewan qurban di hari ‘Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim sebagaimana sabda Nabi SAW : Sunnatu abikum Ibrahim…

‘Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna ‘Idul Adha tersebut adalah :

1. Menyadari kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adalah kecil belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu akbar !

2. Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik adalah segala-galanya dan ekonomi adalah tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan sementara Hukum Allah diabaikan. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha illallah !

3. Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !, sebesar apapun dan dalam bentuk apapun yang telah kita korbankan jangan pernah berharap pujian dari siapapun, cukuplah Allah yang Maha Tahu yang akan memuji kita.

4. Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yg suatu saat rindu utk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yg mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Ka’bah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yg istita’ah tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siaopa pun dia dari bangsa apapun adalah saudara bila ia mukmin atau muslim. Maka orang yg pulang dari haji hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yg dimiliki sesama muslim.

5. Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adalah sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yg memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk jadi karat. Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemaren jadi kepala kantor dgn mobil BMW entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor krn naik sepeda bocor. Sedang ni’mat yg berupa harta hendaknya kita ikhlas utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber Qurban .

Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dgn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.

Akhirnya semoga ‘Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan sekarang ini dapat membangunkan kembali semangat KEPATUHAN dan KEJUJURAN kita dalam melaksanakan MAUNYA ALLAH SWT . Kemudian kita berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Amin !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar